Cerpen "Apa Maksud Semua Ini?"



Apa Maksud Semua Ini?
Mentari mulai memancarkan sinar teriknya, waktu menunjukan pukul 13.15, terlihat segerombolan adik-adik pramuka memakai seragam pramuka lengkap dengan sebuah cocard menggantung di leher mereka bertuliskan “Peserta Pengukuhan Pramuka Scout ADISA”. Mereka terlihat memenuhi teras-teras kelas dengan berbagai perlengkapan dan atribut yang mereka pikir itu ribet dan bikin mumet. Ketika sebuah peluit dibunyikan, semua adik langsung menuju ke lapangan, tidak terkecuali aku yang saat itu baru masuk gerbang sekolah.
            Terbayang di pikiranku dan benak-benak teman-temanku bahwa hari ini pasti akan menjadi hari yang paling melelahkan, hari yang paling menjengkelkan, dan malam yang sangat panjang.
            Kegiatan sudah dimulai sejak 2 jam yang lalu, matahari mengurangi sudut elevasinya, adzan Ashar berkumandang, melantunkan sesuatu yang sangat menyejukkan, detik-detik yang sangat lama di tengah-tengah padatnya kegiatan kami. Setelah adzan berkumandang, kam imelanjutkan kegiatan kami, kakak-kakak Dewan mulai memberi perintah yang tidak masuk akal di tengah wide game(penjelajahan)pramuka itu.
            “Silakan siapkan baris kalian”, perintah dari salah satu kakak dewan.
            “Siap grak, lencang kanan grak”, teriak pemimpin regu kami lantang dengan posisi siap yang tidak sempurna, sedangkan teman-temanku yang lain sibuk menertawakan pemimpin kami yang menaikkan lengannya membentuk huruf L, terucap di benak kami, kaya anak SD saja. Tawa semakin mencapai klimaks ketika pemimpin kami memberi aba-aba selesai.
            “TEGAP GRAK!”, kakak Dewan yang dari tadi berdiri di depan kami pun terlihat menahan tertawanya, jaim(jaga image), tahu kalau yang benar seharusnya tegak grak.
“Ya, sekarang adalah pos pencarian, silakan dalam waktu 10 menit kalian mencari “semut adu sumo”, kerjakan!” Kebingungan, menit demi menit kami habiskan tetapi aku belum menemukan apa pun sampai akhirnya waktu selesai.
“Yang sudah menemukan angkat tangan”, semua anggota regu kecuali Aku dan satu temanku tidak menemukan.
“Itu buat oleh-oleh kalian dan yang tidak menemukan silakan nyanyikan balonku ada lima sambil joget”, terpaksa aku harus joget dan dipermalukan. Moodku mulai saat itu menjadi jelek. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke sekolah.
Lapangan sekolah menjadi terlihat warna-warni dengan dipasangnya tikar-tikar, waktu menunjukkan pukul 16.15 ketika kami mengambil air wudlu untuk salat Ashar. Aku bertanya kepada temanku yang tadi tidak dihukum, ternyata kami tadi disuruh untuk menemukan kertas bertuliskan “semut adu sumo” bukan semut yang adu sumo sungguhan, sungguh keterlaluan dan dalam benakku “Sungguh kurang kerjaan, apa maksudnya semua ini?”
***
Malam ini sungguh berbeda, api unggun berdiri gagah di depan kami dengan apinya yang menjilat-jilat menandakan bahwa acara pentas seni segera  dimulai, Regu kami mendapat giliran pertama, kami menampilkan goyang Caesar. Aku yang malu-malu di belakang hanya menirukan goyangan itu dengan kaku, sedangkan peserta lain sibuk dengan kesenangan dan tawa geli mereka melihat teman-temanku yang luwes menarikan goyangan tersebut, bahkan kakak dewan sudah tidak jaim.
Regu kami sungguh beruntung karena sudah terlalu malam, banyak regu yang tidak bisa menampilkan pertunjukan. Walau memang aku juga tidak luwes dan sedikit jaim, tapi ini adalah kegiatan yang menyenangkan di acara ini. Setelah euphoria pensi berhenti, kegiatan kami selanjutnya adalah tidur.
***
“Peluit kematian”, itulah kata teman-temanku ketika bercerita tentang peluit Pradana yang dibunyikan. Iya, peluit itu dibunyikan tepat saat pukul 00.00, kakak-kakak dewan menyuruh kami bergegas ke lapangan dengan nada membentak. Kami bergegas menuju lapangan dengan perintah kakak dewan yang tidak masuk akal lagi, memakai baju pramuka. Di tengah keramaian itu, neuron-neuron di otakku masih sempat berpikir “Apa maksud semua ini?”
Kakak-kakak dewan mengevaluasi seluruh kegiatan kami. Mereka membentak kami dengan sembarangan, “Ini semua anak orang, wongorang tuanya di rumah juga ndak mesti pernah marahin kaya gini”, benakku.
“Sekarang, apa yang mau kalian pertanggung jawab kan?” tanya salah satu kakak dewan, tetapi kami hanya membisu dan terlalu takut untuk menjawab.
“Kalau begitu, sekarang semuanya push up, laki-laki 30 kali, perempuan 20!” perintah kakak dewan yang lain. Di tengah mataku yang menahan kantuk karena baru tidur dua jam, terlihat kakak-kakak dewan yang ikut push up, tetapi neuron-neuron otakku lebih terfokus untuk mencurahkan tenaga untuk melakukan push up jadi I don’t care what they are doing.
Setelah evaluasi selesai, kami beralih ke kegiatan selanjutnya, yaitu giat malam. Setiap regu diberi perintah untuk mengelilingi sekolah di tengah gelapnya malam, kami hanya diberi satu lilin. Aku berdiri paling belakang, mengcover regu perempuan yang berada di tengah regu kami. Aku tidak mengerti apa yang regu perempuan takutkan, mereka histeris-histeris sendiri. Seharusnya mereka sudah tahu, pocong-pocongan yang lompat-lompat itu hanya kakak dewan yang mengenakan rukuh monster, pocong-pocongan yang tidak menyentuh tanah itu hanya bantal guling putih yang digantung, suara-suara yang menakutkan itu hanya suara lagu lingsir wengi yang dinyalakan kakak dewan lewat speaker sekolah jadi tidak perlu takut.
Kami akhirnya tiba di salah satu pos, pemimpin regu kami menyiapkan barisan.
“Siap grak! lencang kanan grak!” aba-aba dari pemimpin kami menggema di tangga sebelah kamar mandi itu. Tangan pemimpin kami tidak lagi membentuk huruf L, sikap siap yang sempurna.
“Tegak grak!”
“Adik-adik haus kan? Sekarang minum air ini, semua harus minum.” perintah kakak dewan. Aku kira awalnya ini air putih hexahaq hasil kerja sama sekolah kami dengan suatu instansi komersial swasta, tetapi ini bahkan lebih buruk dari sayur pare yang biasa nenekku masak, sangat pahit. Lagi-lagi sel sarafku berpikir, “Apa maksud semua ini?”
Setelah semua minum, kakak dewan yang sudah berpakaian pramuka lengkap itu memberikan perintah lain.
“Sekarang, di sekitar tempat ini, kalian cari barang berharga!” perintah kakak dewan.
Penerangan yang seadanya, pemimpin reguyang agak sedikit egois dengan lilinnya, membuat kami kesulitan mencari. Sekelebat cahaya lilin itu memberikan kesempatan kepadaku untuk membaca sebuah kertas bertuliskan ‘Ini benda sangat berharga’, tanpa pikir panjang, berpedoman pada masa lalu tentang ‘semut adu sumo’ maka langsung aku ambil kertas itu dan di hati aku berkata “yes, kali ini aku berhasil”.
“Ya, apa yang kalian dapatkan, itu buat oleh-oleh kalian. Silakan lanjutkan ke pos selanjutnya.”
Kegiatan malam berakhir, sinar-sinar mentari dengan sudut elevasi yang sangat kecil membuat awan sebelah barat kelihatan agak merah, adzan dari masjid Agung berkumandang ketika kami asik mendiskusikan kegiatan kami. Teman-temanku asik mendiskusikan sesuatu di depan teras depan basecamp kami.
“Ndi, kamu hari ini dapat apa?” aku langsung ditanya ketika aku mendekat segerombolan itu.
“Tentu aku dapat yang paling bagus.” Aku menjawab sambil aku perlihatkan kertas yang dari tadi aku masukkan saku celana. Serentak teman-temanku menertawankanku, tawa riuh itu semakin menjadi-jadi ketika teman-teman satu ambalan mengetahui hal tersebut.
“Ndi, yang kamu ambil itu hanya kertas yang tidak berguna, ini yang paling bagus, it’s the precious thing” kata temanku dengan nada mengejek sambil memperlihatkan gantungan kunci berbentuk kotak yang di dalamnya tertera tulisan bijak kakak dewan. Aku malu dan berpikir “Aku tertipu untuk kedua kalinya?”
“Kan perintahnya mengambil benda yang berharga, bukan benda yang paling berharga, hahaha” sahut temanku yang lain ceplas-ceplos.
“Oh, iyaya.” jawabku polos.
Setelah itu, aku merengungkan diri atas segala pertanyaanku, tiba-tiba seperti biasanya, sekelebat ilham entah muncul dari mana, semua ilham itu masuk ke dalam otakku, melompat-lompat melalui jutaan sinapsis dan dunia seakan-akan berhenti.
“Ternyata semua itu ada maknanya.” benakku dalam hati. ‘Semut adu sumo’ dan ‘benda berharga’ dimaksudkan bahwasemua pramuka harus teliti dalam mengerjakan sesuatu, logika harus dipakai dalam mengerjakan sesuatu. Saat pentas tidak jaim dimaksudkan kita harus disiplin tempat, saat serius ya serius, saat bercanda ya bercanda. Malam menggunakan baju pramuka dimaksudkan ketika ada bencana dan masih tidur, kita harus bisa menyelamatkan apa-apa yang penting dengan sigap. Kakak dewan ikut push up dimaksudkan untuk mengembangkan jiwa korsa kami. “Oh, ternyata” benakku seakan menghentak tajam.
Kegiatan akhirnya berkahir. Beruntung regu kami menjadi regu terbaik dan semua ilham itu akhirnya menyadarkanku. Ini tidak sepenuhnya buruk. “Aku awali hari ini untuk menjadi seorang pramuka sejati.” benakku. 
 by Nawamrahdeizar
Neuron                        : sel saraf
Sinapsis           : jembatan penghubung sel saraf
Ambalan          : kumpulan beberapa sangga/regu
Pradana           : pemimpin dalam ambalan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Praktikum Kimia Reaksi Elektrolisis

Tuladha geguritan kalian gancaranipun "Jagoku"

Contoh Cerpen "Tanpa Orang Tua" oleh Hasbi Dewantara